Search in the Quran
Search in Quran:
in
Download Islamic Softwares (FREE)
Get Free Code
Powered by www.SearchTruth.com
Search Islamic Directory
Keyword:
Free Web Counter
hit Counter Credits

    Powered by Blogger

    My Daily Thoughts

Friday, December 29, 2006

Guru Abah: Sayyid Ahmad Assegaf

Ini biografi salah satu guru Abah. Mari kita kirimkan al-fatihah untuk
Sayyid Ahmad Assegaf....

klik di sini:
Foto<http://photos1.blogger.com/x/blogger/1979/2328/640/430435/Ahmad.pg.jpg>


Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff

Penulis Sejarah dan Sastrawan Hebat
Salah satu pakar nasab di Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu nasab
adalah Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff. Selain dikenal sebagai
pakar ilmu nasab yang jempolan, ia juga dikenal wartawan, sastrawan dan guru
bagi banyak orang.

Habib Ahmad dikenal sebagai wartawan, sejarawan, dan sastrawan keturunan
Arab yang terkenal pada masa kemerdekaaan RI. Sayid Ahmad bin Abdullah
Assagaf, banyak menyerang pemerintah kolonial Belanda lewat
tulisan-tulisannya. Untuk melengkapi data tulisannya itu, dia mendatangi
berbagai tempat di Indonesia untuk bertemu dengan tokoh masyarakat, ulama,
dan sejarawan.
Ia juga adalah salah satu pendiri pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah dan
sekaligus menerbitkan majalah Arrabithah Al-Alawiyyah, majalah yang mengupas
bidang keagamaan dan politik. Majalah Arrabithah Al-Alawiyyah dalam waktu
yang tidak lama menjadi wadah bagi para penulis muda untuk menyampaikan
pendapat mengenai keislaman dan politik, berperan sebagai sarana untuk
menampik pengaruh orientalis barat di Indonesia.

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff sendiri lahir pada tahun 1299 H
(1879 M) di kota Syihr, Hadramaut. Ketika umurnya menginjak usia 4 tahun, ia
dibawa oleh kedua orang tuanya ke kota Seiwun, saat itu terkenal sebagai
kota ilmu yang menghasilkan banyak ulama besar dan shalihin. Di kota itu, ia
mempelajari ilmu ushuludin, fiqh, tata bahasa, sastra dan tasawuf.
Tak puas menyerap ilmu di Seiwun, lantas ia pergi ke Tarim yang saat itu
juga dikenal sebagai pusat para ulama besar. Hampair setiap hari, ia
mendatangi majlis-majlis ilmu dan mengadakan hubungan yang akrab dengan
guru-guru yang shalih, seperti Sayid Abdurahman bin Muhammad al-Masyhur,
Syaikh Saleh, Syaikh Salim Bawazier, Syaikh Said bin Saad bin Nabhan, Sayyid
Ubaidillah bin Muhsin Assegaff, Habib Ahmad bin Hasan Alattas, Habib
Muhammad bin Salim As-Siri dan lain-lain.

Ustadz Ahmad Assegaff dikenal sangat gemar mengadakan perjalanan ke berbagai
negeri tetangga untuk menemui ulama-ulama dan mengadakan dialog dengan para
cendekiawan, sehingga ia sangat dikagumi oleh pusat-pusat ilmiah pada masa
itu.

Tahun 1333 H (1913 M), ia berlayar ke Singapura dan ke Indonesia untuk
mengunjungi saudaranya yang tertua, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Muhsin
Assegaff di Pulau Bali. Ia tinggal di Pulau Dewata itu beberapa lama, sambil
berguru sekaligus berdakwah di sana.

Ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Surabaya, berjumpa dengan beberapa
perintis pergerakan Islam serta para cendekiawan. Mereka sering terlibat
diskusi membahas kebangkitan pergerakan keturunan Arab dan kaum muslimin di
masa mendatang.

Habib Ahmad saat itu terpilih menjadi direktur yang pertama dari Madrasah
Al-Khairiyah di Surabaya. Ia memimpin sekolah yang kebanyakan diikuti oleh
warga keturunan arab itu dengan sangat bijaksana dan mulai saat itu namanya
dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Di kota Surabaya,
ia menikah dan mempunyai beberapa orang putra.

Kemudian, ia pindah ke Solo dan tetap bersemangat mencari ilmu pengetahuan.
Di kota batik inilah ia mempelajari ilmu psikologi dan manajemen sekolah,
kebetulan ia juga menjadi salah pengurus sekolah swasta. Selain mengajar, ia
juga berdagang sehingga ia sering pergi ke Jakarta untuk mengurus
perniagaannya. Usaha dagang semakin maju. Itu membuat Habib Ahmad pindah ke
Jakarta dan menjadi pimpinan sekolah Jami'at Kheir.

Berbagai perubahan demi kemajuan dalam pendidikan mulai ia rintis, di
antaranya dengan membuka kelas-kelas baru bagi para pelajar, menyusun tata
tertib bagi pelajar, mengarang buku-buku sekolah serta lagu-lagu untuk
sekolah.

Buku-buku pelajaran yang ia susun diantaranya terdiri dari buku-buku agama,
sastra dan akhlaq. Keberhasilannya dalam memimpin sekolah dan menciptakan
sistem pendidikan, mengundang perhatian yang luas dari pemerhati masalah
pendidikan baik dalam maupun luar negeri, seperti dari Malaysia dan
Kesultanan Gaiti di Mukalla. Intinya, mereka meminta Habib Ahmad untuk
memimpin pengajaran sekolah di negeri mereka. Namun, permintaan tersebut
ditolak dengan halus, karena ia tengah merintis pembentukan Yayasan
Arrabithah Al-Alawiyyah.

Melalui pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah pula, ia mempunyai pengaruh yang
sangat kuat di dalam memberikan petunjuk dan pentingnya persatuan di
kalangan umat Islam dalam menghadapi penjajahan. Semua itu dapat dilihat
dalam qasidah, syair serta nyanyian yang ia karang.
Salah satu kitab yang dikarang oleh Habib Ahmad adalah Kitab Khidmatul
Asyirah. Kitab itu dibuat sebagai ringkasan dari kitab Syams Azh-Zhahirah.
Dalam kitab ini Habib Ahmad menguraikan secara sistematis mengenai nasab dan
pentingnya setiap orang memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang
mulia. Karena tidaklah mudah untuk menjaga nasab, sebagai ikatan penyambung
keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya.
Dalam kitab ini, riwayat seseorang ia diteliti dengan seksama supaya terjaga
kesucian nasabnya, dengan susunan yang tertib dari awal sampai akhir. Habib
Ahmad bekerja keras untuk menyempurnakan isi buku ini walaupun ia mempunyai
kesibukan yang luar biasa baik Rabithah Alawiyah maupun sebagai pengajar di
Jami'at Kheir. Segala rintangan dihadapinya dengan penuh ketegaran dan
semangat pantang mundur dengan satu tekad menyusun sejarah nasab Alawiyin
merupakan pekerjaan yang sangat mulia.

Habib Ahmad, dalam kitab Khidmatul Asyirah menambahkan catatan beberapa
orang yang terkemuka serta para ulama yang hidup sekitar tahun 1307-1365 H,
saat menulis kitab ini sekitar tahun 1363 Habib Ahmad menghitung terdapat
lebih dari 300 qabilah dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Solo pada
Rabiul Awal 1365 H.

Dari sekitar 20 buah bukunya, Ahmad bin Abdullah Assagaf sempat menulis
sejarah Banten berjudul Al-Islam fi Banten (Islam di Banten). Karangannya
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Fatat Garut (Gadis
Garut) berupa roman kehidupan multietnik Indonesia di awal abad ke-20 oleh
penerbit Lentera pada tahun 1997 dan diterjemahkan oleh Drs. Ali bin Yahya.
Karya sastra ini sangat indah dan patut untuk dibaca karena banyak
mengandung budaya bangsa dan syair-syair.

Karya-karyanya yang lain banyak disebarluaskan di madrasah-madrasah sebagai
buku wajib pelajaran sekolah baik dalam mau pun di luar negeri. Diantaranya
adalah cerita-cerita yang berisi masalah pendidikan seperti Dhahaya
at-Tasahul, dan Ash-Shabr wa ats-Tsabat (berisi tentang cara hidup yang baik
di dalam masyarakat untuk mencapai kemulian dunia dan akhirat), buku-buku
pendidikan dan ilmu jiwa, Sejarah masuknya Islam di Indonesia dan lain-lain.
Keahlian Habib Ahmad didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli syair
di negara Arab. Selain itu Habib Ahmad juga punya keahlian di bidang
kerajinan tangan dan elektronika dan pernah membuat sebuah alat musik yang
dinamakan Alarangan.

Saat tentara Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dan menyerbu Hindia
Belanda serta menyebabkan pertempuran yang sengit di Batavia menyebabkan
Habib Ahmad pindah ke Solo. Setelah pertempuran mereda, Habib Ahmad kembali
ke Jakarta dan mengajar di Kalibata.
Setelah 40 tahun menetap di Indonesia, pada 1950 ia berniat meninggalkan
Indonesia menuju ke Hadramaut. Tepat pada hari Jumat, 22 Jumadil Awwal 1369
H ia berangkat dari Jakarta, dengan mempergunakan kapal laut dari pelabuhan
Batavia. Namun Allah SWT telah menentukan umurnya, tepatnya Selasa 26
Jumadil Awal 1369 H ia berpulang ke haribaan-Nya.
Setelah diadakan upacara keagamaan seperlunya di atas kapal, pada hari
Kamis, 28 Jumadil Awal 1369 H, jenazahnya kemudian dimakamkan di laut lepas,
sebelum memasuki pelabuhan Medan. Yang sangat disayangkan, banyak karya
Habib Ahmad yang belum sempat dibukukan juga ikut hilang dalam perjalanan
itu.

AST

Caption:
1. Lead
2. Novel Fatat Garut. Roman kehidupan multietnik Indonesia
3. Habib Ahmad bin Abdullah Muhasin Assegaff. Penulis sejarah dan sastrawan
hebat
4. Kitab Khidmatul Asyirah. Ahli di bidang ilmu nasab

Sumber kisah: http://ajisetiawan.blogspot.com/2006/12/manakib.html



posted by KETUA PSW IIQ at 9:30 AM |

0 Comments:

Go Ahead, Share Your Thoughts! Post a Comment.

TAKE ME BACK TO THE MAIN PAGE...